Sukses

Jokowi Pastikan Transisi Pemerintahan Berjalan Mulus: Lancarkan Pelantikan Presiden-Wapres Terpilih

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan proses transisi pemerintahan berjalan dengan mulus. Dia mengatakan badan-badan serta undang-undang untuk mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah disiapkan sebelum pelantikan.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan proses transisi pemerintahan berjalan dengan mulus. Dia mengatakan badan-badan serta undang-undang untuk mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah disiapkan sebelum pelantikan.

"Berjalan dengan baik, berjalan dengan baik. Enggak ada masalah. Badan-badan perlu dipersiapkan sebelum pelantikan. Saya kira undang-undang juga bisa diselesaikan," ujar Jokowi di Lapangan Monas Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2024).

Mantan wali kota Solo itu optimistis hal ini akan membuat keberlanjutan program-program pemerintahannya akan berjalan lancar. Jokowi juga meyakini pelantikan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres RI periode 2024-2029 akan mulus.

"Saya kira akan memuluskan keberlanjutan, akan melancarkan nanti memuluskan juga di hari pelantikan di tanggal 20 Oktober mendatang," kata Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi menyampaikan, penyusunan kabinet pemerintahan mendatang merupakan hak prerogatif Prabowo sebagai presiden. Hal ini disampaikan Jokowi saat menjawab pertanyaan apakah dirinya diajak konsultasi dalam penyusunan kabinet Prabowo.

"Mengenai kabinet itu hak, seratus persen hak prerogatif presiden," ujar Jokowi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta TNI mengawal dan menjaga proses transisi pemerintahan yang akan berlangsung pada 20 Oktober 2024 mendatang. Jokowi tak ingin proses transisi dari pemerintahannya ke Presiden terpilih, Prabowo Subianto menimbulkan riak yang mengganggu keamanan negara.

"Saya minta jaga betul stabilitas, dukung penuh transisi pemerintahan, pastikan proses transisi berjalan dengan baik dan lancar. Jangan sampai ada riak yang berpotensi mengganggu keamanan negara," kata Jokowi saat menjadi Inspektur Upacara HUT ke-79 TNI di Lapangan Monas Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2024).

Selain transisi pemerintahan dan pelantikan presiden-wapres terpilih, Jokowi menyampaikan Indonesia juga akan menghadapi Pilkada Serentak pada November 2024. Jokowi meminta TNI menjaga agar penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 di 508 kabupaten/kota dan 37 provinsi berjalan kondusif.

"Dukung penuh penyelenggaraan pilkada, jaga netralitas, jaga situasi agar tetap kondusif," ujar Jokowi.

Baca juga Dipolisikan Relawan Jokowi karena Sebut Fufufafa Milik Gibran, Roy Suryo: Lucu

2 dari 3 halaman

Pengamat: Prabowo Ingin Bertemu Megawati agar Lepas dari Bayang-bayang Jokowi

Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menantikan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selama dua tahun. Prabowo menargetkan pertemuan itu terjadi sebelum pelantikan presiden 20 Oktober 2024.

Pengamat politik Dedi Kurnia Syah menilai pertemuan Prabowo dan Megawati tidak akan banyak mempengaruhi situasi karena PDIP tidak lagi dominan dalam konstelasi politik saat ini.

Menurutnya, meskipun PDIP tetap diberikan peluang untuk memimpin di DPR dengan terpilihnya kembali Puan Maharani, namun Prabowo akan tetap menguasai pemerintahan maupun di parlemen.

"Tapi mungkin bisa saja ini akan memengaruhi peta konstelasi personal," ujar Dedi kepada Liputan6.com, Kamis (3/10/2024).

Dia menyebut, Prabowo merencanakan pertemuannya dengan Megawati dengan maksud jika PDIP bergabung dengan KIM Plus maka akan mengurangi pengaruh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi pertemuan Prabowo dan Megawati lebih banyak saya kira ditujukan untuk proses terbebasnya Prabowo dari bayang-bayang Jokowi. Hanya itu saja sebetulnya. Sementara dari sisi politik sebenarnya tidak banyak yang dipengaruhi dari pertemuan mereka berdua," lanjutnya.

Menurut Dedi, pertemuan Prabowo dengan Megawati bisa menjadi salah satu indikasi bergabungnya PDIP ke KIM Plus. Hal ini didukung Puan Maharani yang paling gencar menginginkan PDIP masuk ke koalisi pemerintahan tersebut.

"Karena Puan Maharani yang paling pertama mendapatkan dampak dari bergabungnya PDI Perjuangan dengan pemerintah. Salah satunya adalah sekarang di mana Puan Maharani sudah mendapatkan kekuasaannya di Parlemen," ujar Dedi.

Di sisi lain, ketika PDIP sudah bergabung ke pemerintahan tersebut, tentu dampaknya tidak besar bagi PDIP. 

"Karena mereka tentu tidak akan bisa mendominasi kabinet, karena kabinet tetap saja akan didominasi oleh Prabowo Subianto," jelasnya.

Sementara dampak terhadap partai-partai lain dari pertemuan ini tidak terlalu besar. Dia yakin, jika PDIP mendapatkan porsi kabinet dan jumlahnya bertambah, partai yang lain masih tetap diprioritaskan.

"Koalisi yang lebih awal berada di dukungan Prabowo Subianto tetap mendapatkan haknya, tidak terkurangi meskipun PDIP masuk," tuturnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Fungsi DPR Cuma Jadi Lembaga yang Melegitimasi Keinginan Pemerintah, Tidak Berdaulat

Dedi menilai, jika akhirnya PDIP bergabung dengan pemerintahan Prabowo dan tidak adanya oposisi, maka hal ini akan berdampak signifikan pada hilangnya fungsi kedaulatan dan pengawasan di DPR.

"Ya saya kira 5 tahun ke belakang akan kembali terulang bagaimana pemerintah ke depan akan membuat dan merencanakan undang-undang itu lebih banyak akan dimudahkan oleh DPR. Dan tentu dampaknya adalah DPR hanya menjadi lembaga yang melegitimasi keinginan pemerintah," ungkap Dedi.

"DPR tidak akan lagi powerful, tidak lagi memiliki kedaulatan yang seperti 10 tahun belakangan, seperti di eranya SBY. Tapi DPR akan tetap sama seperti 5 tahun kemarin, prolegnas tidak berjalan, kemudian juga kemandiriannya juga tidak ada, fungsi pengawasannya juga besar kemungkinan tidak ada," tambahnya.

Dedi juga menerangkan, jika kondisi seperti ini terjadi maka tidak menutup kemungkinan kabinet Prabowo Subianto akan menghiraukan kekuasaan DPR.

"Bahkan kita akan menyaksikan bagaimana anggota kabinet ke depan mungkin juga akan membangkang kepada DPR sama seperti yang sudah ditunjukkan dalam Pansus (panitia khusus) Haji misalnya. Bagaimana seorang Yaqut Cholil Qoumas yang dengan ringan sudah menihilkan kekuasaan DPR dengan tidak menghadiri undangan, bahkan berusaha untuk menghindar. Itu hanya mungkin terjadi kalau memang koalisi pemerintahannya cukup dominan," pungkasnya.